Rabu, 04 Juni 2014

Kini warga Jakarta mengandalkan busway dan KRL untuk transportasi. Walau sering penuh sesak dan sering kecelakaan, tetap saja kedua moda transportasi itu jadi pilihan. Seratus tahun lalu, warga Batavia mengenal trem sebagai transportasi andalan.

Trem adalah rangkaian kereta yang berjalan di atas rel seperti layaknya kereta api. Namun trem awalnya ditarik oleh kuda. Untuk menarik kereta trem berpenumpang 40 orang, dibutuhkan empat ekor kuda. Trem ini beroperasi sejak tahun 1869. Stasiunnya di Harmoni, dan melayani dua rute ke Tanah Abang dan Jatinegara atau Maester Cornelis. Rute Maester Cornelis melalui Pintu Air, Pasar Baru, Lapangan Banteng, Pasar Senen, Kramat dan berakhir di pangkalan Jatinegara.

Trem ini dioperasikan oleh Dumler & Co. Ongkosnya 10 sen untuk sekali perjalanan. Tapi ternyata trem dengan tenaga kuda ini tidak efisien dan tidak menguntungkan. Baru berjalan tiga tahun, tahun 1872, 545 kuda penarik trem tewas.

Tahun 1882, munculah trem tenaga uap yang menggantikan trem tenaga kuda. Trem ini dioperasikan oleh perusahaan Nederlandsch-Indische Tramweg Maatschappij. Dibanding kuda, trem bertenaga uap lebih bertenaga dan lebih nyaman. Ongkosnya 20 sen untuk kelas I dan 10 sen untuk kelas II dan III.

Duduk di trem ini tidak bisa sembarangan. Ada kelas-kelas sesuai warna kulit. Kelas satu untuk orang kulit putih, kelas dua untuk orang-orang timur asing seperti China, Arab atau India. Dan ada kelas tiga untuk pribumi dan kambing. Dari sinilah lahir istilah kelas kambing, artinya kelas yang paling rendah karena disamakan dengan binatang.

Walau lebih efisien dari trem yang ditarik kuda, trem uap juga sering bermasalah. Terutama suaranya yang berisik dan kerap mati saat hujan lebat akibat ketel uapnya kemasukan air. Trem ini juga sering kecelakaan dan memakan korban.

Trem uap digantikan trem listrik mulai tahun 1899. Trem listrik ini bergerak dengan tenaga listrik melalui pantograph dan kabel-kabel listrik di atasnya. Mirip seperti sistem kerja KRL saat ini. Rute trem listrik bertambah dengan menjangkau area Menteng dan Gunung Sahari. Trem ini bertahan berpuluh tahun di Jakarta hingga masa kemerdekaan dan orde lama.

Tahun 1959, Presiden Soekarno menghentikan operasional trem. Saat itu trem dianggap mengganggu lalu lintas kota. Berakhirlah sejarah trem di Jakarta. Rel bekas trem pun kini terkubur aspal Kota Jakarta.
15042013 ilustrasi bio-bemo
Pernah tau Bemo kan? Kendaraan umum beroda tiga yang suaranya sangat khas banget di telinga ini sekarang sudah tidak tampak lagi. Selain memang mendapat larangan beroperasi dari pemerintah, kendaraan angkutan umum ini seolah dibiarkan mati secara perlahan dan tidak bisa eksis lagi.
Sedikit melihat sejarahnya, Bemo yang awalnya diimpor dari Jepang oleh Presiden Sukarno sebagai transportasi bagi atlet ini, seiring dengan waktu bertransformasi secara fungsi. Mulai dari berubah menjadi angkutan barang, hingga menjadi angkutan umum. Dan ternyata, seiring perkembangan waktu, perusahaan yang membuatnya berhenti memproduksi Bemo. Begitupula dengan suku cadangnya. Kelangkaan suku cadang ini akhirnya membuat pemerintah provinsi DKI Jakarta memberlakukan pelarangan pengoperasian Bemo sebagai angkutan transportasi. Selain itu, bemo dinilai tidak aman, berpolusi, berisik dan tidak lincah sehingga memicu kemacetan.
Tapi kini mulai muncul para pecinta bemo yang bekerja sama dengan paguyuban Bemo Jakarta untuk menciptakan bemo bertenaga listrik. Selain menjadi kendaraan yang bebas polusi, jika disetujui pemerintah DKI, bemo ini bisa kembali menjadi salah satu mata pencaharian para supir angkutan umum.
Bio Bemo yang diciptakan oleh Hendrico Halim bersama tim creatornya ini tidak membutuhkan bahan bakar, karena bergantung dengan empat baterai yang tersembunyi di bawah badan Bemo. Bio bemo tersebut digerakkan oleh energi yang tersimpan di dalam empat baterai 12 Volt. Akan tetapi, dengan total tegangan sistem 48 Volt, kendaraan ini hanya mampu memutar motor listrik sejauh 50 kilometer. Itupun apabila habis proses pengisian ulang seluruh baterai membutuhkan waktu 8 jam. Nantinya, ketika kehabisan energi, supir bemo tingga mencari outlet listrik PLN dengan daya  1.300 Watt dan bertegangan 220 Volt.
Kendaraan ini sudah diujicoba dari Stasiun Beos ke kediaman Hendrico yang berada di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Seperti yang dilansir oleh kompas.com, Hendrico berharap bisa segera membicarakan kembalinya penggunaan kendaraan ini di DKI dengan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo

 Becak Jakarta tinggal nama. Sejak 1980-an becak dilarang beroperasi di Jakarta karena dianggap menghambat jalan dan membuat kemacetan lalu lintas. Bahkan dipandang tidak manusiawi karena ’mengeksploitasi manusia’. Kata becak berasal dari dialek Hokkian, salah satu rumpun bahasa di Cina, be chia yang berarti kereta kuda.
Diperkirakan becak yang mula-mula diciptakan orang Jepang sekitar tahun 1865. Waktu itu becak belum dikayuh, tetapi ditarik atau didorong tenaga manusia. Lambat laun popularitas becak menyeberang ke daratan Cina. Selanjutnya para imigran Cina membawa alat transportasi ini ke negara-negara seperti India dan Singapura.
Belum begitu jelas bilamana becak dikenal di Indonesia. Diduga, sebagaimana ditulis dalam http://www.majalah-historia.com, becak didatangkan ke Batavia dari Singapura dan Hongkong pada 1930-an. Pendapat lain mengatakan becak diperkenalkan dari Makassar ke Batavia akhir 1930-an. Dasarnya adalah catatan perjalanan seorang wartawan Jepang ke berbagai daerah di Indonesia, termasuk Makassar. Dalam terbitan 1937 itu disebutkan, becak ditemukan orang Jepang yang tinggal di Makassar, bernama Seiko-san. Dia adalah pemilik toko sepeda. Karena penjualan seret, dia memodifikasi sepeda yang tak terjual itu menjadi kendaraan roda tiga.
Menurut majalah Star Weekly (1960), becak masuk ke Indonesia awal abad ke-20 untuk keperluan pedagang Tionghoa mengangkut barang. Pada 1937 becak dikenal dengan nama “roda tiga”. Sebutan becak baru digunakan pada 1940 ketika becak berfungsi masal sebagai kendaraan umum.
Tim Hannigan dalam http://www.kabarmag.com mengatakan, becak yang membawa penumpang memenuhi jalan-jalan di Batavia baru terlihat pada 1936. Sebelumnya, selama bertahun-tahun, dikenal kendaraan roda tiga yang dipakai untuk mengangkut barang.
Awalnya pemerintah kolonial Belanda merasa senang dengan transportasi baru ini. Jumlah becak meningkat pesat ketika Jepang datang ke Indonesia pada 1942. Kontrol Jepang yang sangat ketat terhadap penggunaan bensin dan larangan kepemilikan kendaraan bermotor pribadi menjadikan becak sebagai satu-satunya alternatif terbaik moda transportasi di kota Jakarta. Bahkan penguasa membentuk dan memobilisasi kelompok-kelompok, termasuk tukang becak, demi kepentingan perang melalui pusat pelatihan pemuda, yang mengajarkan konsep politik dan teknik organisasi.
Pasca perang, ketika jalur dan moda transportasi kian berkembang, becak tetap bertahan. Bahkan menjadi transportasi yang menyebar hampir di seluruh Indonesia. Pada pertengahan hingga akhir 1950-an terdapat 25.000 hingga 30.000 becak di Jakarta. Jumlah becak membengkak hingga lima kali lipat pada 1970-an.
Sejak 1980 keberadaan becak mulai dibatasi, antara lain dengan memberlakukan Daerah Bebas Becak. Penggantinya adalah helicak, minicar, dan bajaj yang menggunakan mesin. Razia becak sering diadakan pada daerah tertentu. Becak yang dianggap melanggar aturan disita. Setelah terkumpul banyak dibuang ke perairan kepulauan Seribu untuk dijadikan rumpon. (Djulianto Susantio, pemerhati sejarah dan budaya)
Helicak merupakan gabungan kata helikopter dan becak. Dinamakan demikian karena bentuknya yang mirip kedua alat transportasi tersebut. Helicak pertama kali diluncurkan di Jakarta pada Maret 1971, saat pemerintahan Gubernur Ali Sadikin.

Seperti becak, penumpang duduk di dalam kabin dengan kerangka besi dan serat kaca yang ada di bagian depan. Penumpang dipastikan terlindung dari panas, hujan, maupun debu jalanan. Kabin itu hanya muat dua penumpang dewasa. Sedangkan pengemudinya ada di bagian belakang.
Mesin dan bodi utama kendaraan ini adalah skuter Lambretta dengan mesin 150 CC yang didatangkan dari Italia. Ada 400 unit helicak saat diluncurkan pertama kali di Jakarta. Harga satu unit helicak saat itu adalah Rp 400 ribu. Dan saat terakhir diimpor tahun 1979, harganya Rp 525 ribu per unit.

Namun kendaraan ini dinilai tidak aman karena jika terjadi kecelakaan, maka penumpangnya duluan yang menjadi korban. Selain itu, sopir helicak akan kepanasan saat matahari bersinar terik dan basah kuyub saat hujan turun. Karena itu, pengusaha transportasi lebih memilih menggunakan bajaj yang belakangan muncul, sehingga helicak terpinggirkan. Kendaraan ini dilarang untuk dioperasi
kan oleh Pemda DKI pada 1987
Oplet, pernah berfungsi sebagai kendaraan umum nyaman di Jakarta. Kini digantikan oleh mikrolet. Pada 1960-an dan 1970-an oplet menjadi kendaraan umum paling populer di Jakarta. Bis sedang dan besar masih jarang. Ketika itu trayek yang paling banyak dilalui oplet adalah Jatinegara – Kota. Rutenya adalah Stasiun Jatinegara lewat Matraman Raya, Salemba Raya, Senen, Pasar Baru terus memutar di Harmoni.

Setelah berdiri terminal Kampung Melayu, keberadaan oplet lebih mendapat tempat. Trayek-trayek lain juga ada di beberapa wilayah, misalnya Kampung Melayu – Tanah Abang, Kota – Tanjung Priok, dan Tanah Abang – Kebayoran Lama.
Nama oplet kembali terangkat ketika pada 1990-an RCTI menayangkan sinetron ‘Si Doel Anak Sekolahan`. Oplet adalah kendaraan umum yang memiliki satu pintu di bagian belakang. Pintu itu menjadi tempat masuk dan keluar penumpang. Di bagian depan juga ada pintu, yakni di bagian kanan dan kiri. Satu penumpang boleh duduk di samping sopir. Umumnya oplet memuat sekitar 10 orang. Uniknya, hampir seluruh badan oplet terbuat dari kayu. Begitu pun jendela. Untuk menutup dan membuka jendela, penumpang tinggal mengangkat atau menurunkannya. Jendela tidak terbuat dari kaca atau plastik, tetapi dari kayu dan semacam kulit sehingga tidak transparan. Tangki bensin ada di bagian dalam, persis di antara kaki-kaki penumpang.
Oplet memiliki lampu sen—lampu tanda penunjuk belok—yang sangat unik, berada di luar sisi kanan dan kiri. Kalau akan berbelok ke kanan, maka tongkat kecil berwarna kuning jreng akan naik seperti portal. Begitu juga yang sebelah kiri. Klakson oplet juga unik karena terdapat di bagian luar. Memakainya harus dipencet-pencet karena terbuat dari karet. Bunyinyateot..teot. Banyak tafsiran mengenai nama oplet. Ada yang mengatakan berasal dari nama Chevrolet atau Opel. Bahkan dari kata auto let. Kebanyakan oplet bermerk Morris dan Austin. Di kalangan masyarakat awam, oplet disebut juga ostin (dari merk Austin).
Mikrolet Pengganti Oplet


Dibandingkan kendaraan umum zaman 1990-an hingga sekarang, oplet bersih dan nyaman ditumpangi. Meski usianya sudah tua tapi mesinnya tetap terawat dengan baik, juga polusi asap knalpotnya sedikit. Bahkan sopir oplet memiliki etika lalu-lintas yang baik, tidak kebut-kebutan ataupun berhenti di sembarangan tempat. Sayang, kemudian terjadi pergantian oplet menjadi mikrolet. Upacaranya terkesan mengharukan di pelataran Monas pada September 1980. Mikrolet memang lebih baik dan modern. Namun kualitas sopirnya sungguh memprihatinkan, terutama dalam hal etika berlalu lintas. Kondisi ini mengakibatkan meningkatnya kecelakaan lalu-lintas karena sopir yang ugal-ugalan demi mengejar setoran, terlebih dengan adanya sopir tembak. Belum lagi mereka suka berhenti di sembarang tempat atau ngetem mencari penumpang, sehingga membuat kemacetan.

Alat-alat Transportasi Jakarta Tempo Dulu

    Jakarta sebagai ibukota negara, memiliki mobilitas penduduk yang sangat tinggi. Untuk mendukung hal tersebut, maka diperlukan berbagai jenis alat transportasi sebagai sarana pendukung yang harus terpenuhi. Saat ini kita kita mengenal Busway, Metromini, Patas AC, Taksi, Angkutan Kota (angkot), dan berbagai macam alat transportasi umum yang sering berkeliaran di jalanan ibukota. Namun, apakah kita mengenal alat transportasi di Jakarta pada masa lalu? Berikut saya akan bahas sedikit mengenai berbagai macam alat transpotasi di Jakarta tempo dulu.

1.Helicak



Adalah alat transportasi yang berasal dari skuter Lambretta asal Italia. Nama helicak sendiri berasal dari gabungan kata Helikopter dan Becak. Helicak beroperasi pada masa kepemipinan Gubernur (Alm.) Ali Sadikin untuk menggantikan becak yang dianggap tidak manusiawi. Bentuk helicak sendiri mirip dengan becak, namun bagian depan helicak tertutup dan menggunakan mesin sebagai penggeraknya. keberadaan helicak tidak bertahan lama, karena pemda Jakarta tidak konsisten dalam pengembangannya. Saat ini helicak masih bisa ditemui di daerah Kemayoran.



2. Becak


Becak merupakan alat transportasi hasil dari modifikasi sepeda. Becak adalah alat transportasi yang bertahan cukup lama di Jakarta. Keberadaan becak mulai hilang sedikit demi sedikit sejak tahun 1980-an karena dianggap "eksploitasi manusia oleh manusia". Pada masa kepemimpinan Gubernur Sutiyoso becak dilarang beredar dalam rangka modernisasi transportasi umum di Jakarta. Selain itu becak dianggap membuat jalan macet karena jalannya lambat. Sampai saat ini becak masih bisa ditemui dipinggiran kota Jakarta.

3.Bemo



Asal mula nama bemo berasal dari kata Becak Motor. Bemo merupakan salah satu produk dari produsen besar otomotif Jepang yaitu Daihatsu dengan nama Daihatsu Midget. Keberadaan bemo sendiri dimaksudkan untuk mengantikan keberadaan becak dan helicak karena kapasitasnya yang lebih besar dapat memuat lima sampai enam orang sekaligus. Bemo pertama kali muncul di Jakarta pada tahun 1962. Bemo sempat menjadi alat transportasi favorit masyarakat pada era 60-an, 70-an, sampai awal 80-an sebelum banyakknya keberadaan angkot.
4. Oplet



Merupakan kendaraan yang identik dengan salah satu judul film besutan H. Rano Karno "Si Doel Anak Sekolahan". Jika dibandingkan dengan bemo, oplet jauh lebih nyaman ketimbang bemo. Selain luas,oplet juga tidak berisik. Kebanyakan oplet berasal dari produk Morris dan Austin. Yang unik dari oplet yaitu hampir seluruh bodynya terbuat dari kayu. Oplet kini tidak beroperasi lagi, dan saat ini banyak diburu kolektor sebagai barang koleksi.

5. Bis Tingkat


Kendaraan yang satu ini memiliki pengagum tersendiri. Sensasi ketika naik dilantai atas tidak dapat dirasakan ketika menaiki bis pada umumnya. Bis tingkat sendiri memiliki dua keuntungan yaitu efisiensi tempat dan alat transportasi yang cocok digunakan untuk pariwisata. Namun, keberadaan bis tingkat dihapuskan karena beberapa faktor, antara lain sulit dan mahalnya suku cadang, kurangnya keseimbangan, lambat jalannya, dan tidak cocok untuk kondisi jalan Jakarta saat ini. Tapi jika anda masih penasaran dengan sensasi naik bis tingkat anda bisa jalan-jalan ke kota Solo. Disana bis tingkat masih dioperasikan untuk tujuan wisata.

6. Trem



Adalah sarana transportasi di Jakarta pada masa Hindia Belanda saat Jakarta masih bernama Batavia. Trem pertama kali digerakan menggunakan tenaga kuda. Meski digerakan dengan tenaga kuda namun mampu melayani rute yang lumayan jauh yaitu dari pasar ikan ke kwitang. Pada tahun 1881 trem berkuda digantikan dengan trem uap yang mampu melayani rute lebih jauh lagi.Sekitar 20 tahun kemudian munculah trem listrik. Masa kejayaan trem listrik berakhir pada 1960 karena presiden Indonesia pada saat itu yaitu Ir. Sukarno mengaggap bahwa trem kurang cocok untuk berada di wilayah Jakarta. Beliau lebih menginginkan adanya Metro atau kereta bawah tanah.